Tuesday, January 01, 2008

Pak Polisi, Bagaimana Alur Pengurusan SIM yg Benar?

Aku tergelitik dengan berita di Detik.com mengenai pengurusan SIM keliling di Polda Metro Jaya. Ini merupakan terobosan yg sangat bagus dan bisa meningkatkan citra POLRI.

Tetapi aku jadi ingat pengalamanku sebulan terakhir. Dalam waktu satu bulan ini aku sudah mengikuti bbrp kali pembuatan dan perpanjangan SIM. Sebenarnya sih aku cuma mengantar keluargaku yg kebetulan butuh SIM.

Pertama adikku yg memperpanjang SIM A di Solo. Dengan semangatnya dia bercerita bahwa perpanjangan SIM sekarang sangat gampang dan memakan waktu yg sangat singkat, asal SIM belum keburu expired. Tinggal bayar, foto, selesai.

Selanjutnya kakak sepupu yg memperpanjang SIM di wilayah Polda Metro Jaya. Dia pun menceritakan bagaimana mudahnya memperpanjang SIM di layanan keliling.

Tiba saatnya aku mengantar istriku untuk memperpanjang SIM A di Polres Cibinong. Maklum, rumahku berada di pinggiran Jakarta yang kebetulan sudah masuk wilayah Kabupaten Bogor. Berdasarkan dua informasi sebelumnya, kami yakin bahwa pengurusan SIM akan begitu lancar dan cepat.

Begitu sampai di bagian SIM, aku langsung suka begitu membaca tulisan "Jangan gunakan calo" yg berarti POLRI memang ingin menjadi lebih baik. Tetapi bbrp saat kemudian aku langsung kecewa, karena serta merta kami ditawari untuk "dibantu" oleh seorang anggota polisi yg ada di situ. Penawaran ini pun terus ada sampai bbrp kali oleh hampir setiap polisi yg kami temui. Harga "bantuan" itu pun beragam, mulai 225 ribu sampai hampir 300 ribu rupiah. Aku bertekad untuk tidak menyuburkan praktek ini dengan membayar mereka.

Aku pikir, biarlah. Itu toh hanya berlaku untuk pembuatan SIM baru. Istriku kan hanya mau memperpanjang SIM. Setelah melakukan pendaftaran, kami langsung diarahkan ke pemeriksaan kesehatan, sidik jari (lagi?) dan tes tulis. Aku sempat kaget dan protes karena harus ujian. Aku hanya mau memperpanjang SIM, bukan membuat SIM baru. Tetapi protesku tidak digubris, dan aku diyakinkan oleh polisi bagian pendaftaran bahwa kami hanya perlu ikut ujian tulis saja. Aku akhirnya mengalah dan membiarkan istriku ikut ujian tulis, karena aku yakin dia mampu mengerjakannya dengan baik. Toh, di soal ujian tersebut sudah ada jawabannya :P

Selama menunggu istriku ujian, aku mendengar bbrp kali pengumuman lewat pengeras suara "Siapapun yg membantu Anda, Anda tetap diwajibkan mengikuti prosedur....." Wah, berarti praktek "bantu-membantu" ini sudah sangat legal di sini.

Akhirnya istriku bisa lulus dengan sukses ujian tulis. Tetapi (lagi) dia diminta untuk ujian praktek. Kembali kami protes, karena sebelumnya dibilang hanya perlu ujian tulis. Protes kami tidak dilayani. Kami pun menuju ke tempat ujian praktek. Sebenarnya aku pun yakin istriku mampu, karena toh dia berhasil lolos ujian SIM di Qatar dengan jenis ujian yg lebih sulit. Tetapi masalahnya adalah mobil yg disediakan sangat tua dan tidak bisa dengan mudah dikuasai. Aku yakin, siapapun yg pertama kali memakai mobil itu tidak akan bisa lulus ujian praktek. Kebetulan orang yg tes sebelum istriku harus sampai 4 kali maju mundur untuk parkir dan dia lulus.

Berbeda dg istriku. Dia tidak lulus ujian, padahal dia bisa parkir dengan mulus dan melalui ujian S dengan sangat baik. Tetapi dia kesulitan di ujian tanjakan, karena rem mobil yg memang sudah aus. Map yg awalnya sudah di-cap LULUS, akhirnya dicoret. Apalagi di formulir kami tidak ada tanda2 apa pun yg menunjukkan kami "dibantu". Aku pasrah aja. Alhamdulillah bantuan datang dari seorang polisi tua yg menurut dia "kagum" atas jerih payah kami untuk lulus secara murni. Dia pun membantu menghadap Baur SIM untuk meminta tandatangan agar diluluskan. Setelah itu semua berjalan dengan lancar kembali. Akhirnya istriku bisa mendapatkan SIMnya.

Terakhir aku menemani mertuaku membuat SIM baru di Surakarta. Karena dia ikut kursus nyetir, somehow dia datang hanya untuk foto aja dan *cling* SIMnya jadi. Karena penasaran, aku membaca alur untuk perpanjangan SIM. Benar saja. Ternyata di sana alurnya sangat sederhana. Hanya membayar biaya administrasi, pengambilan foto, selesai.

Aku jadi bingung. Apakah POLRI punya standard untuk pengurusan SIM di seluruh Indonesia? Atau ketidaktahuan masyarakatlah yg dimanfaatkan oleh polisi2 tertentu untuk mengambil keuntungan?

2 comments:

Reggie said...

ternyata rumah ente deket sama rumah saya, saya tinggal di daerah Sentul City dulunya Bukit Sentul..

budhe said...

informatif sekali nich...makasih ya...